About Me

Monday, May 9, 2011

Kota Asing

Sekarang, di sinilah aku. Di sudut ruang gelap dalam gedung megah yang ramai. Duduk sendiri tanpa tahu apa yang akan kulakukan. Perih manjalar di sudut mataku yang memerah. Bukan karena kurang tidur atau terselip debu, tapi karena mata ini tak lagi memiliki air mata.
Masih terbayang jelas bagaimana dulu kau menuntunku lembut berjalan menapaki setiap jengkal kota ini. Kau tampak sangat mencintaiku saat itu. Jengkal pertama yang kita lalui adalah sebuah rumah tanpa jendela, gelap,  pengap, berlumut, dan sangat kumuh hingga setan pun enggan menjamahnya. Katamu, "Rumah ini adalah aku sebelum kau mengetuk pintuku.". Aku tersenyum.
Kau kembali menuntunku mesra, melalui jengkal demi jengkal keramaian kota ini, hingga berakhir di sebuah gedung mewah dengan dinding emas berhias permata, lantainya pun beralaskan karpet wol yang sangat lembut, taman bunga tampak menghiasi pekarangan dan terbingkai dalam cumbuan kupu-kupu beraneka warna. Di setiap sudut ruangan tercium aroma wangi yang melegakan jiwa-jiwa penghuni kalbu. Katamu, "Inilah aku sekarang, sangat sempurna karena kau di sini. Kau menghadirkan cahaya dan kelembutan hingga ku merasa sangat nyaman, dan taman bunga itu adalah cerminan kebahagiaanku karena telah menemukanmu.".Aku kembali tersenyum sangat bahagia. Kau benar-benar telah mampu menyalakan kembali salah satu sumbu kehidupan di sudut hatiku.
Aku semakin kuat bergelayut pada juntaian kelembutanmu, bahkan saat kau menuntunku semakin dalam di kota ini hingga tersamar bara sumbu kehidupanku yang lain. Kau bimbing aku pada sebuah ruang yang hanya ada kau, aku, dan sebuah sekat di antaranya. Kau menjadi satu-satunya bara sumber kehidupanku karena bara yang lain telah tertinggal bersama jejak kita dan semakin tersamar oleh desah angin malam.Kau nyalakan aku dengan hembusan auramu lembut mengaliri celah sekat antara kita.
Dan di suatu waktu kala purnama enggan bersinar dan bintang pun tak hendak berbinar, kau menatapku lekat dan berkata, "Aku harus meninggalkanmu di sini, ada ruang lain yang lebih nyaman untuk kita berdua nanti hingga bara kehidupan kita bisa menyatu.Suatu saat nanti pasti aku akan menjemputmu dan kita akan bersama tinggal di gedung yang jauh lebih indah, lebih nyaman, lebih megah, dan lebih wangi dari gedung yang pernah kita lalui dulu.". Entah rasa apa yang menggelayuti tanganku hingga terasa berat melepas genggamanmu. Aku menghitung setiap langkahmu meninggalkanku hingga semakin lama, semakin tersamar. Ya,, kau telah pergi bersama gerimis yang tak rela meninggalkan jejakmu untukku. 
Aku terduduk di satu-satunya bangku rapuh dalam ruang itu. Menunggu setiap lembar kabar masuk melalui celah cahaya tentang kau dan petak kehidupan yang kau bangun di luar ruang ini. Namun semakin lama, semakin sulit lembar kabar itu masuk ke ruang ini. Siluetmu pun semakin terasa samar dalam pigura yang terpajang di dinding ruang ini. Kesamaran yang melambangkan betapa jauhnya kau dan bara kehidupanmu.
Baraku tersayat kegelapan ruang ini. Pengap pun mencekat hingga sulit bagiku bernafas. Sayup tersengar denting kesepian mengiringi setiap tetes air mataku. Hingga akhirnya, aku berakhir di sini, bersama bara kehidupanku yang telah mati, dan air mata yang mengering. yang tersisa hanyalah gumpalan darah kering di sudut mataku.
Aku di sini, di kota asing ini bersama perih yang setiap detik tertoreh oleh penantianku terhadapmu dan kenangan akan harapanku bersamamu.

No comments:

Post a Comment